Sanksi Developer Yang Menjual Properti Tidak Sesuai Dengan Apa Yang Ditawarkan

Sanksi Developer Yang Menjual Properti Tidak Sesuai Dengan Apa Yang Ditawarkan

Tanah dan bangunan merupakan salah satu unsur esensial di dalam kehidupan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Tanah dan bangunan berfungsi sebagai sarana bagi seseorang untuk dapat bernaung dari kondisi-kondisi alamiah dan merupakan pusat bagi setiap orang untuk dapat melakukan kegiatan sehari-hari guna menunjang kelangsungan hidup, seperti bekerja, melakukan kegiatan rumah tangga, menempuh pendidikan, ataupun melakukan kegiatan lainnya. Keberadaan tanah dan bangunan beserta sarana dan prasarana yang ada di dalamnya mempunyai peranan penting untuk menjaga kelancaran kegiatan-kegiatan tersebut.
Permintaan akan kebutuhan tanah dan bangunan ini menjadi salah satu faktor meningkatnya jumlah penawaran properti. Para perusahaan pengembang (developer) akan berlomba-lomba menawarkan objek yang mereka perdagangkan kepada konsumen, dengan cara mengemas penawaran tersebut semenarik mungkin sehingga mampu menarik perhatian para konsumen. Namun, harus dapat diperhatikan kembali bahwa penawaran-penawaran yang dilakukan ini harus didasarkan pada fakta dari objek yang dijual tersebut, seperti kondisi bangunan maupun fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya.
Sebagai pelaku usaha di bidang properti, developer sudah sepatutnya tunduk pada aturan yang termuat di dalam Pasal 7 huruf b Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) yang menyatakan bahwa Pelaku Usaha mempunyai kewajiban untuk “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.”
Hal demikian didukung pula dengan jaminan perlindungan yang diberikan oleh UU Perlindungan Konsumen kepada pembeli selaku konsumen sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 4, yang dalam hal ini konsumen mempunyai hak-hak antara lain:
1.Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
9.Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dari sini, dapat kita ketahui bahwa dalam setiap bentuk transaksi ekonomi yang terjadi antara para pelaku usaha dengan konsumen, negara memfasilitasi dengan membentuk regulasi yang salah satunya adalah UU Perlindungan Konsumen. Pembentukan regulasi demikian bertujuan agar terciptanya kepastian hukum bagi kedua belah pihak dalam melakukan suatu hubungan hukum, baik dalam hal jual-beli, sewa-menyewa, maupun sewa-beli.
Lantas, yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, jika ternyata ada suatu kasus dimana developer melakukan penawaran atas properti-properti yang diperdagangkan, hubungan hukum yang terjalin diantara keduanya sudah terjadi dengan sistem pemesanan terlebih dahulu, namun pembeli di kemudian hari menemukan fakta bahwa objek properti yang dipesannya dan sudah dibayarkannya tersebut tidaklah sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan pada saat penawaran, apakah developer tersebut bisa dikenakan sanksi?
Jawabannya tentu saja bisa. Karena, senyatanya kondisi yang demikian termasuk ke dalam salah satu hal-hal yang dilarang dilakukan oleh seorang Pelaku Usaha sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 12 UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.”
Hal demikian juga diperkuat dengan bunyi Pasal 16 yang menyatakan:
“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a.tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b.tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.”

Bentuk sanksi bagi developer yang menjual properti tidak sesuai

  1. Pemberian Kompensasi, Penggantian Kerugian, ataupun Penggantian atas Objek yang Diperdagangkan Jika Terbukti Merugikan Konsumen

Pemesanan dan/atau pembelian atas unit properti yang tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang dijanjikan pada saat penawaran tentunya menimbulkan kerugian bagi Konsumen. Pasalnya, Konsumen telah membayarkan sejumlah nominal uang yang diperjanjikan untuk dapat ditukar dengan objek properti yang diinginkannya dengan spesifikasi tertentu, namun pada akhirnya justru tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini, developer mempunyai kewajiban untuk melaksanakan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 7 huruf f dan g yang berbunyi:

“Kewajiban Pelaku Usaha adalah:

  1. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
    penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
    diperdagangkan;
  2. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

    jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

  1. Pengembalian Sebagian Maupun Seluruh Pembayaran Atas Objek Properti Yang Telah Diterima dari Konsumen

Skema ini disebut juga dengan istilah refund, yakni kemungkinan adanya pengembalian dana yang telah masuk ke developer sebagai akibat dari tidak terpenuhinya objek perjanjian sebagaimana yang telah disepakati yang memberikan hak bagi Konsumen untuk mendapatkan pengembalian uang baik seluruh maupun sebagian dari total harga objek properti. Hal ini diatur di dalam Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi:

“(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

  (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”

  1. Dalam Hal Developer Tidak Dapat Memenuhi Hak-hak Konsumen Dikarenakan Defisit Anggaran, Developer Berpotensi Dipailitkan

Dalam bidang hukum properti khususnya terkait dengan pembangunan apartemen, seringkali ditemukan kasus developer yang tidak dapat melanjutkan pembangunan atas proyek apartemen tersebut yang disebabkan oleh adanya defisit anggaran yang berakibat pada mangkraknya progress pembangunan. Hal demikian membuat Konsumen-konsumennya harus kehilangan kesempatan untuk dapat menempati apartemen tersebut maupun kehilangan profit sebagai akibat dari tertundanya pembangunan, padahal apartemen tersebut dimaksudkan untuk dijadikan sebagai perputaran bisnis.

Dalam hal developer mempunyai lebih dari 2 (dua) Konsumen, maka terhadap developer tersebut dapat dimohonkan suatu Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan/atau Kepailitan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 222 Ayat (3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi:

“Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.”

  1. Penjatuhan Sanksi Pidana

UU Perlindungan Konsumen juga mengatur perihal Tindak Pidana di bidang Perlindungan Konsumen, sebagaimana yang dimuat dalam Ketentuan Pasal 61 dan Pasal 62 Ayat (2) yang berbunyi:

Pasal 61:

“Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.”

Pasal 62:

“(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf
d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Oleh sebab itu, apabila ditemukan bukti-bukti yang cukup dan telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan oleh developer, maka terhadap developer tersebut dapat dikenakan suatu sanksi pidana.

Demikian, jelas sudah bahwa dalam melakukan penawaran terhadap properti-properti yang diperdagangkannya, developer mempunyai kewajiban untuk menjamin bahwa keadaan dari objek peroperti tersebut memang sesuai dengan kondisi senyatanya dan bukan hanya janji-janji manis yang dibuat sedemikian rupa untuk menarik perhatian konsumen saja. Namun jika dalam praktiknya terbukti bahwa developer tidaklah memenuhi kewajiban atas objek properti yang ditawarkan atau dieprdagangkan sebagaimana yang diperjanjikan, maka konsumen dapat selalu mengajukan upaya hukum untuk menindak developer tersebut. Apabila anda mempunyai permasalahan hukum serupa, anda dapat konsultasikan kepada kami.

Athor
Leo Siregar merupakan pendiri kantor hukum “LEO Siregar & Associates”. Lebih dari 15 tahun menjalani profesi sebagai pengacara pada perusahaan-perusahaan besar maupun kepada individu di Indonesia.

Leo Siregar
& Associates

Jl. Wolter Monginsidi No.73 RT.01 / RW.04 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12180

(021) 7215-948 atau 0813 100 111 61

[email protected]

Developed by: BudiHaryono.com