SANKSI HUKUM BAGI DEVELOPER YANG MELAKUKAN PEMBANGUNAN TIDAK SESUAI DENGAN IKLAN PEMASARAN

SANKSI HUKUM BAGI DEVELOPER YANG MELAKUKAN PEMBANGUNAN TIDAK SESUAI DENGAN IKLAN PEMASARAN

Seiring berjalannya waktu angka pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin bertambah. Pertumbuhan penduduk ini sangat mempengaruhi daya tampung suatu daerah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk di pulau jawa semakin tahun semakin meningkat sehingga membuat lahan-lahan pemukiman semakin berkurang, hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang membangun rumah atau memperluas bangunannya untuk kebutuhan tempat tinggal pribadi maupun menyediakan jasa sewa rumah atau tempat tinggal bagi masyarakat yang membutuhkan.

Untuk masyarakat kelas menengah, sering kali memanfaatkan Apartemen maupun komplek perumahan dengan fasilitas yang cukup menjanjikan dengan harga yang miring. Sayangnya, situasi seperti ini sering kali dimanfaatkan oleh para developer-developer apartemen maupun komplek perumahan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya, bahkan banyak sekali ditemukan di berbagai daerah, developer-developer yang tidak bertanggung jawab terutama di daerah padat penduduk seperti di Jakarta. Kondisi Jakarta yang padat penduduk baik penduduk asli Jakarta maupun penduduk dari luar Jakarta menjadi sasaran yang bagus bagi para developer-developer nakal yang hanya ingin mendapatkan keuntungan tanpa merealisasikan apa yang telah dijanjikan pada konsumen.

Umumnya, para developer nakal ini sangat gencar sekali melakukan promosi-promosi dan mengiklankan produk yang akan dibangun dengan menjanjikan fasilitas-fasilitas yang menarik seperti akan membagun pusat perbelanjaan, sekolah anak, fasilitas gym maupun fasilitas-fasilitas yang sangat membantu bagi kalangan pekerja yang tidak memiliki banyak waktu atau sibuk. Para developer ini selalu mencantumkan hal-hal yang dijanjikan tersebut dalam iklan-iklan yang tersebar melalui media masa, brosur, reklame atau media-media lain penyedia jasa iklan. Padatnya jumlah penduduk di Jakarta memaksa para masyarakat untuk mencari alternatif tempat tinggal sehingga tawaran menggiurkan dari para developer nakal membuat para masyarakat tertarik sehingga terjebak dalam permainan yang dilakukan oleh para developer nakal tersebut dan akhirnya merugikan para masyarakat sebagai konsumen.

Dalam kasus seperti ini, para developer selaku para pelaku usaha dapat dijerat dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia, sebagai suatu bentuk upaya Perlindungan Konsumen yang difasilitasi oleh Negara. Adapun sanksi hukum bagi developer nakal sebagaimana diuraikan di atas, dapat berupa sanksi Perdata dan/ atau Pidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUHPer”), Developer senyatanya dapatlah diprasangkakan melakukan suatu Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.

Hal tersebut dapat diprasangkakan kepada Developer dalam hal terdapat unsur kerugian kepada orang lain yang dilakukan oleh developer dengan memberikan informasi tidak benar melalui media masa, brosur, reklame atau media-media lain. Informasi tersebut bisa membuat konsumen salah dalam memilih barang yang diinginkan.

Selain itu, Developer dapat pula dijerat dengan Pasal 9 ayat (1) poin K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut “UUK”) yang berbunyi, “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti”. Bagi pelaku usaha yang masih melanggar ketentuan pasal 9 tersebut dapat dipidana dengan pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan kosumen yang menyatakan “Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”. Dalam pelanggaran yang termasuk dalam pasal 62 dapat dikenakan hukuman penjara atau denda materil dan imateril serta hukuman tambahan. Untuk hukuman tambahan, dijelaskan dalam pasal 63 yaitu,Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:

  1. perampasan barang tertentu;
  2. pengumuman keputusan hakim;
  3. pembayaran ganti rugi;
  4. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
  5. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
  6. pencabutan izin usaha.

Selain hukuman penjara pada Pasal 62 UU K, dapat pula digunakan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menghukum badan (hukuman penjara). Isi dari Pasal 378 tersebut berbunyi, “barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuai kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Terhadap hal ini, “rangkaian kebohongan” merupakan unsur yang sangat cocok untuk memprasangkakan bahwa developer yang memberikan informasi tidak benar tersebut menipu konsumen.

Apabila telah terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen maka pihak konsumen dapat menyelasikan sengketa melalui jalur litigasi maupun penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut “BPSK”), pelaku usaha dan konsumen akan membuat kesepakatan mengenai besaran ganti-rugi atau kesepakatan lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Apabila kedua belah pihak merasa keberatan terhadap kesepakatan atau kesepakatan tersebut dilanggar maka sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui jalur litigasi melalui peradilan umum.

Peradilan umum bisa masuk pada proses pidana maupun perdata, karena adanya kerugian yang timbul dari penyebaran informasi tidak benar. Proses pidana dan perdata pada kasus ini bisa berjalan beriringan karena tidak ada pembuktian terlebih dahulu pada kasus perdata.

Untuk menghindari terjadinya sengketa, ada baiknya bagi konsumen untuk mengecek reputasi developer terlebih dahulu, apakah developer terkait pernah memiliki riwayat terkait sengketa dengan konsumen atau tidak dan developer tersebut tercatat sebagai developer bermasalah atau tidak sehingga konsumen tidak mengalami kerugian dikemudian hari. Apabila konsumen mengalami kerugian maka konsumen berhak menuntut ganti-rugi atas kerugian yang dialami oleh konsumen melalui BPSK maupun lingkup peradilan umum.

Athor
Leo Siregar merupakan pendiri kantor hukum “LEO Siregar & Associates”. Lebih dari 15 tahun menjalani profesi sebagai pengacara pada perusahaan-perusahaan besar maupun kepada individu di Indonesia.

Leo Siregar
& Associates

Jl. Wolter Monginsidi No.73 RT.01 / RW.04 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12180

(021) 7215-948 atau 0813 100 111 61

[email protected]

Developed by: BudiHaryono.com