Mekanisme Refund Dalam Pembelian Properti

Mekanisme Refund Dalam Pembelian Properti

Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya berinvestasi. Investasi ini diwujudkan dalam berbagai macam bentuk, mulai dari uang, emas, saham, maupun properti. Selain saham, properti menjadi salah satu instrument investasi yang diminati masyarakat karena sifat nilainya yang kerap mengalami apresiasi (penguatan) dari tahun ke tahun. Tidak hanya terbatas pada mendapatkan keuntungan melalui perputaran bisnis yang didapatkan dari hasil pemanfaatan properti itu sendiri, masyarakat dalam membeli suatu properti umumnya ditujukan untuk penggunaan pribadi, baik untuk hunian tempat tinggal maupun pusat kegiatan perekonomian seperti perdagangan barang dan/atau jasa.

Dalam kaitannya dengan pilihan masyarakat yang menjadikan properti sebagai suatu instumen investasi, para developer berlomba-lomba melakukan pemasaran dan promosi atas properti yang mereka perdagangkan, mulai dari rumah tapak hingga apartemen. Pemasaran ini dilakukan dengan pada umumnya dengan menguraikan spesifikasi dari unit properti itu sendiri, hadiah-hadiah tambahan, sampai dengan manfaat-manfaat lainnya yang timbul dan nantinya akan didapatkan oleh konsumen.

Di Indonesia sendiri, pada umumnya terdapat dua jenis objek properti yang diperjualbelikan, yaitu properti yang baru akan ada dibangun atau masih dalam proses pembangunan dan properti yang sudah siap untuk digunakan. Untuk mekanisme pembelian properti yang baru akan dibangun di kemudian hari umumnya dilakukan dengan menerbitkan Surat Pemesanan Unit yang pada intinya menguraikan spesifikasi dari unit properti yang akan dibeli. Surat Pemesanan ini pula yang nantinya akan menjadi basis bagi perbuatan-perbuatan hukum yang timbul dalam jual beli unit properti ini, seperti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) maupun Akta Jual Beli (AJB) itu sendiri.

Tidak akan terjadi masalah apabila unit properti yang dijual sesuai dengan apa yang konsumen pesan dalam Surat Pemesanan, apabila apa yang dipromosikan oleh developer pada masa pemasaran memang benar adanya. Namun, apabila ternyata konsumen mendapatkan objek yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan pada saat objek tersebut dipasarkan, dalam hal pembayaran telah dilakukan oleh konsumen, maka konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan penggantian kerugian berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) yang berbunyi:

“(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”

Selain itu, dalam hal konsumen telah menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan telah melunasi pembayaran atas objek properti yang diperjual-belikan tersebut, namun developer tidak melaksanakan pembangunan sebagaimana yang diperjanjikan, maka konsumen mempunyai hak untuk mengajukan pembatalan perjanjian apabila konsumen enggan melanjutkan pembelian objek properti tersebut dan konsumen juga masih berhak mendapatkan pengembalian seluruh dana (refund) yang telah dibayarkan tersebut. Hal demikian didasarkan pada kewajiban dari developer itu sendiri yang diuraikan pada Pasal 22F Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang berbunyi:

“(1) Pembayaran yang dilakukan oleh calon pembeli kepada pelaku pembangunan
pada saat Pemasaran menjadi bagian pembayaran atas harga Rumah.

(2) Pelaku pembangunan yang menerima pembayaran pada saat Pemasaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan informasi
mengenai:

  1. Jadwal pelaksanaan pembangunan;
  2. jadwal penandatanganan PPJB; dan
  3. jadwal penandatanganan akta jual beli dan serah terima Rumah.”

Terkait dengan jaminan refund itu sendiri diatur di dalam Pasal 22H yang berbunyi:

“(1) Dalam hal pelaku pembangunan lalai memenuhi jadwal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22F ayat (2) huruf a dan atau huruf b, calon pembeli dapat
membatalkan pembelian Rumah tunggal, Rumah deret, atau Rumah susun.

(2) Dalam hal calon pembeli membatalkan pembelian Rumah tunggal, Rumah deret,
atau Rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh pembayaran
yang diterima pelaku pembangunan harus dikembalikan sepenuhnya kepada
calon pembeli.”

Lantas, bagaimana bentuk mekanisme yang harus dilalui apabila konsumen hendak meminta refund atas pembelian properti tersebut? Terdapat 2 (dua) jenis mekanisme yang dapat dilalui yang akan kami uraikan sebagai berikut.

  1. Mekanisme Pengembalian Melalui Upaya Mediasi Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”)

Tugas dan Wewenang BPSK diatur dalam Pasal 52 UUPK jo. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu diantaranya:

  1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase;
  2. Melaporkan kepada penyidik umum jika terjadi pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK);
  3. Menerima pengaduan tertulis maupun tidak dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  4. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang diduga mengetahui pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen;
  7. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
  8. Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian di pihak konsumen;
  9. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  10. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Dengan mekanisme berperkara yang ditempuh dengan mediasi di BPSK, konsumen mempunyai peluang untuk mendapatkan biaya pengembalian atas pembelian objek properti yang telah dibayarkannya. BPSK sendiri dibentuk untuk memfasilitasi terjadinya sengketa dalam hubungan hukum jual beli yang terjadi antara pihak developer dengan pihak konsumen.

  1. Mekanisme Pengembalian Melalui Upaya Mengajukan Gugatan Wanprestasi Di Pengadilan Negeri

Dalam hal sanksi administratif yang dijatuhkan oleh BPSK terhadap Pelaku Usaha tidak termasuk pada kewajiban refund, maka konsumen dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri yang berwenang pada domisili Tergugat, dengan mengajukan tuntutan berupa pembatalan perjanjian, penggantian kerugian, maupun termasuk dengan tuntutan refund atas pembelian properti itu sendiri, dengan mendasarkan pada Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi:

“Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.”

Dengan mengajukan suatu gugatan wanprestasi yang tentunya menghasilkan suatu Putusan yang berakibat hukum terhadap para pihaknya, maka pengembalian sejumlah dana (refund) dan/atau termasuk juga penggantian kerugian lainnya yang dituntut oleh konsumen mempunyai daya ikat yang lebih kuat sehingga pelaksanaan putusan tersebut pun dapat lebih terjamin.

Demikian uraian mengenai mekanisme refund atas pembelian properti yang dapat dilakukan melalui kedua upaya tersebut di atas. Apabila anda mempunyai masalah yang sama dan membutuhkan pelayanan jasa hukum terkait dengan mekanisme refund tersebut, anda dapat konsultasikan kepada kami.

Athor
Leo Siregar merupakan pendiri kantor hukum “LEO Siregar & Associates”. Lebih dari 15 tahun menjalani profesi sebagai pengacara pada perusahaan-perusahaan besar maupun kepada individu di Indonesia.

Leo Siregar
& Associates

Jl. Wolter Monginsidi No.73 RT.01 / RW.04 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12180

(021) 7215-948 atau 0813 100 111 61

[email protected]

Developed by: BudiHaryono.com