Pertanggungjawaban Anggota Upline Dalam Investasi Alat Kesehatan

Pertanggungjawaban Anggota Upline Dalam Investasi Alat Kesehatan

Pertanggungjawaban Anggota Upline Dalam Investasi Alat Kesehatan - Tahun 2021 mungkin menjadi tahun yang sulit bagi dunia kesehatan, hal ini mengingat penyebaran pandemi Covid-19 yang sangat cepat.

Akan tetapi, kondisi tersebut juga dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan khususnya di bidang ekonomi yang menjalankan kegiatannya berlandaskan alat kesehatan.

Banyak masyarakat yang tertipu dengan modus operandi bisnis suntikan modal alat kesehatan dengan dijanjikan keuntungan yang besar dengan waktu yang singkat, dengan keadaan ekonomi yang sedang tidak stabil tentunya membuat masyarakat tertarik dengan bisnis tersebut.

Bagaimana modus operandi yang para pelaku lakukan untuk menjalankan bisnisnya?

Pertama, para pelaku membuat suatu skenario dimana para pelaku tersebut telah memenangkan suatu tender alat kesehatan dengan jumlah kontrak yang sangat besar dan membutuhkan modal yang besar untuk membeli alat-alat kesehatan tersebut.

Kedua, para pelaku tersebut mulai mencari orang-orang (korban) yang dapat memberikan suntikan dana atau investasi kepada mereka dengan diberikan janji bahwa dana yang diserahkan tersebut akan mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat dan keuntungan yang akan diberikan biasanya berkisar 10%-30% dari dana yang telah diberikan.

Ketiga, setelah dana tersebut diberikan biasanya para pelaku tersebut menepati janjinya dimana para pelaku memberikan sejumlah uang keuntungan dari investasi tersebut, hal ini dilakukan untuk meyakinkan para pelaku bahwasannya bisnis tersebut benar adanya, keuntungan yang diberikan oleh para pelaku tersebut biasanya berasal dari investor lain yang telah didapatkan oleh para korban tersebut.

Ciri khas dari bisnis ini adalah: Para pelaku melaksanakan investasi tanpa suatu perjanjian, atau dengan kata lain hanya berlandaskan prinsip kepercayaan semata.

Disisi lain, biasanya para pelaku tersebut menyarankan para korbannya untuk menarik orang lain yang ingin memberikan dana investasinya dikarenakan proyek alat kesehatan tersebut membutuhkan dana lebih besar, dan para korbannya akan diberikan insentif atau bonus lebih lagi ketika telah berhasil mendapatkan investor baru.

Untuk meyakinkan para korbannya, para pelaku penipuan tersebut biasanya membuat suatu testimoni palsu dari pihak-pihak lain yang telah mendapat keuntungan tersebut, selanjutnya para pelaku memberikan perhitungan penerimaan keuntungan yang akan diterima berdasarkan modal yang diterima, serta bukti-bukti pembayaran keuntungan kepada para investor sebelumnya yang telah pelaku manipulasi untuk meyakinkan para korban selanjutnya.

Modus operandi tersebut bahwasannya merupakan praktik yang diterapkan dalam Multi Level Marketing (MLM), namun dengan tujuan yang tidak baik atau dengan tujuan melakukan penipuan.

Dalam modus operandi tersebut dikenal istilah upline dan downline, yakni para pelaku utama yang menjalankan kegiatan tersebut merupakan upline dan pihak yang memberikan dana atau investasi terhadap alat kesehatan tersebut merupakan downline. Untuk itu, bagaimana pertanggungjawaban upline terhadap praktik penipuan investasi alat kesehatan yang marak terjadi akhir-akhir ini?

Praktik-praktik tersebut merupakan suatu bentuk penipuan yang menggunakan model bisnis MLM, hal tersebut dilakukan agar bisnis para pelaku penipuan tersebut dapat disamakan dengan bisnis MLM yang telah ada di Indonesia.

Berdasarkan modus operandi tersebut, para pelaku dapat disangkakan dengan beberapa pasal terkait tindakan penipuannya, seperti:

Penipuan

Para pelaku dapat dikenakan Pasal 378 KUHP terkait penipuan dikarenakan praktik yang dijalankan oleh para pelaku memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut. Pasal 378 KUHP menyatakan “Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.” Unsur-unsur tersebut merupakan hal-hal yang telah dilakukan para pelaku penipuan investasi alat kesehatan tersebut dan dapat dijerat dengan ketentuan hukuman penjara maksimal 4 tahun penjara.

Penggelapan

Kegiatan yang dilakukan para pelaku berupa pengumpulan dana milik para korban dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan penggelapan, berdasarkan Pasal 372 KUHP yang menyatakan “Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan benda itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak Rp. 900.” Dengan demikian, ketika para pelaku tersebut menghimpun dana milik para korban dengan melawan hak dan dana tersebut berada dalam penguasaannya maka tindakan tersebut telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 372 KUHP.

Pemalsuan Surat

Tindakan para pelaku yang memberikan keterangan bahwa mereka telah memenangkan tender pengadaan alat kesehatan yang dibuktikan dengan surat palsu merupakan suatu tindak pidana. Pasal 263 ayat (1) KUHP menyatakan “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.” dengan demikian maka para pelaku dapat disangkakan telah melakukan pelanggaran dengan membuat suatu surat palsu guna menunjukan adanya tenderisasi pengadaan alat-alat kesehatan tersebut yang merupakan suatu tipu muslihat bagi para korbannya.

Pencucian Uang

Dapat disangkakan bahwa para pelaku telah mengalihkan seluruh dana yang telah diberikan para korban tersebut dengan tujuan mengamankan atau setidak-tidaknya mengalihkan dana tersebut yang diperoleh dari hasil penipuan maka dapat dikualifikasikan sebagai tindakan pencucian uang oleh para pelaku. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya Pasal 3 yang menyatakan "Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana..." untuk itu apabila para pelaku menggunakan dana yang telah diberikan para korban untuk kepentingan pribadi dengan tujuan-tujuan tersebut maka para pelaku dapat dinyatakan telah melanggar ketentuan terkait pencucian uang.

Apabila anda membutuhkan konsultasi mengenai penanganan terkait kasus penipuan dan pendapat-pendapat hukum yang lebih spesifik atas permasalahan hukum, dapat anda kepada konsultasikan kepada kami.

Athor
Leo Siregar merupakan pendiri kantor hukum “LEO Siregar & Associates”. Lebih dari 15 tahun menjalani profesi sebagai pengacara pada perusahaan-perusahaan besar maupun kepada individu di Indonesia.

Leo Siregar
& Associates

Jl. Wolter Monginsidi No.73 RT.01 / RW.04 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12180

(021) 7215-948 atau 0813 100 111 61

[email protected]

Developed by: BudiHaryono.com