Developer Apartemen Pailit, Bagaimana Nasib Konsumen Apartemen?

Developer Apartemen Pailit, Bagaimana Nasib Konsumen Apartemen?

Bisnis properti pada dasarnya merupakan bisnis jangka panjang antara developer dengan konsumen yang hendak mencari properti. Pada praktiknya, developer seringkali telah melakukan perjanjian dengan konsumen sebelum pembangunan apartemen rampung dan dapat beroperasi. Dalam hal ini, konsumen melakukan pengikatan dengan developer berdasarkan grand design apartemen yang dibuat oleh pihak developer dalam rangka pemasaran apartemen.

Pemasaran apartemen pada faktanya juga sering menimbulkan permasalahan, dimana seringkali permasalahan tersebut berkaitan dengan kemampuan finansial. Permasalahan finansial timbul dikarenakan kurangnya pembiayaan untuk pembangunan apartement yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kurangnya efektivitas kerjasama pembiayaan seperti loan agreement, tidak terdapat skema joint operation/joint venture yang baik, ataupun terdapat pembengkakan biaya (cost overrun). Permasalahan finansial inilah yang kemudian dapat menyebabkan terhambatnya pelaksanaan pembangunan, atau dalam titik ekstrem dapat menyebabkan developer terlilit hutang dan pada akhirnya dimohonkan pailit oleh krediturnya.

Untuk mengetahui dampak konsumen dalam hal developer dinyatakan pailit, maka dapat dilihar dalam jangka waktu penyerahan objek perjanjian yakni apartemen. Hal ini perlu dilihat apakah dalam hal ini konsumen menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atau telah menandatangani Akta Jual Beli (AJB).

Dalam hal konsumen telah membayar lunas apartemen, namun pembangunan belum terlaksana atau baru sebagian terlaksana, maka konsumen melakukan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada dasarnya belum terjadi jual beli antara developer dan konsumen yang mengakibatkan beralihnya hak apartemen. Dalam artian, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan bentuk pengikatan developer dengan konsumen untuk kemudian melakukan jual beli dikemudian hari.

Terkait hal ini, konsekuensi apabila konsumen melakukan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), namun kemudian developer dinyatakan pailit, maka dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK), yakni:

“Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 telah diperjanjikan penyerahan benda dagangan yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu dan pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit maka perjanjian menjadi hapus dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi.”

Mengacu pada pasal tersebut, maka kemudian Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) seketika menjadi hapus sejak dinyatakan pailit. Hal ini memiliki konsekuensi tidak terdapat pengalihan hak kepemilikan aset, sehingga dalam hal ini konsumen hanya dapat mengajukan ganti kerugian. Konsumen dapat mengajukan ganti kerugian apabila developer dinyatakan pailit sehingga dalam hal ini konsumen dapat menjadi kreditor konkuren.

Terdapat konsekuensi yang berbeda apabila telah ditandatangani nya Akta Jual Beli (AJB). Dimana dalam hal ini telah terdapat pengalihan aset melalui jual beli. Dengan demikian, hak atas apartemen yang telah ditandatangani melalui Akta Jual Beli (AJB) merupakan hak konsumen.

Athor
Leo Siregar merupakan pendiri kantor hukum “LEO Siregar & Associates”. Lebih dari 15 tahun menjalani profesi sebagai pengacara pada perusahaan-perusahaan besar maupun kepada individu di Indonesia.

Leo Siregar
& Associates

Jl. Wolter Monginsidi No.73 RT.01 / RW.04 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12180

(021) 7215-948 atau 0813 100 111 61

[email protected]

Developed by: BudiHaryono.com