

Undang-Undang Pokok Agraria menetapkan bahwa salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas tanah adalah melalui transaksi jual beli. Proses ini harus dilakukan secara resmi dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang disusun dan disahkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), serta didaftarkan ke kantor pertanahan untuk menjamin kepastian hukum.
Namun dalam praktiknya, karena pemindahan hak atas tanah tidak dapat dilakukan secara langsung, biasanya dibuat terlebih dahulu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Tujuannya adalah untuk mengamankan objek jual beli agar tidak dialihkan kepada pihak lain selama proses administrasi atau persyaratan belum terpenuhi.
Menurut R. Subekti, PPJB adalah kesepakatan awal antara penjual dan pembeli sebelum transaksi jual beli sebenarnya dilakukan. PPJB biasanya digunakan karena adanya kendala seperti sertifikat tanah yang belum selesai, pembayaran harga belum lunas, atau kewajiban pajak yang belum diselesaikan. PPJB dapat dibuat secara tertulis biasa atau di hadapan notaris, yang dibedakan menjadi PPJB lunas dan belum lunas. Meskipun begitu, PPJB tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk kepemilikan atas tanah dan bangunan. AJB tetap menjadi satu-satunya dokumen resmi untuk alih hak atas tanah. Fungsi utama PPJB yang dibuat di hadapan notaris adalah sebagai alat bukti yang sah dan kuat, namun tidak menyebabkan perpindahan hak kepemilikan.
Dalam PPJB, penting untuk mencantumkan sanksi atas pelanggaran (wanprestasi) oleh salah satu pihak, untuk mencegah perselisihan di kemudian hari. Jika PPJB dibuat di hadapan notaris dibatalkan karena wanprestasi, konsekuensinya meliputi:
Permen PUPR No. 11/PRT/M/2019 mengatur tentang sistem perjanjian pendahuluan jual beli rumah, termasuk prosedur pembatalan PPJB. Pembatalan dapat terjadi karena kelalaian pengembang maupun pembeli, dan masing-masing memiliki akibat hukum berbeda. Ketentuan ini berlaku dalam konteks jual beli rumah yang dilakukan oleh pengembang properti.
Dalam perjanjian pembatalan PPJB, idealnya memuat hal-hal berikut:
Menurut PP No. 12 Tahun 2021, apabila pembatalan pembelian rumah dilakukan setelah PPJB ditandatangani karena kesalahan dari pengembang, maka uang yang telah dibayarkan wajib dikembalikan kepada pembeli. Namun, sebelum PPJB dibuat, harus dipenuhi beberapa syarat seperti kepastian status tanah, persetujuan bangunan, sarana dan prasarana, serta pembangunan minimal 20%.
Jika pembatalan dilakukan oleh pembeli:
Kesimpulannya, permintaan pengembalian dana bergantung pada siapa yang melakukan kelalaian. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan dalam PPJB harus diperiksa untuk menentukan tanggung jawab dan konsekuensi hukumnya.
Jl. Wolter Monginsidi No.73 RT.01 / RW.04 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12180
(021) 7215-948 atau 0813 100 111 61